Sabab Nuzul
Dikemukakan Said bin Manshur, Saad, Abd bin Humaid, Ibnu Mundzir, dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abi Malik: Dulu istri-istri Rasulullah saw. keluar rumah untuk keperluan buang hajat. Pada waktu itu orang-orang munafik mengganggu dan menyakiti mereka. Ketika mereka ditegur, mereka menjawab, “Kami hanya mengganggu hamba sahaya saja.” Lalu turunlah ayat ini yang berisi perintah agar mereka berpakaian tertutup supaya berbeda dengan hamba sahaya.1Tafsir Ayat
Allah Swt. berfirman: Yâ ayyuhâ an-Nabiyy qul li azwâjika wa banâtika wa nisâ’ al-Mu’mînîn (Hai Nabi, katakanah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang Mukmin). Khithâb (seruan) ayat ini ditujukan kepada Rasulullah saw.
Allah Swt. memerintahkan Nabi saw. untuk menyampaikan suatu ketentuan bagi para Muslimah. Ketentuan yang dibebankan kepada para wanita Mukmin itu adalah: yudnîna ‘alayhinna min jalâbîbihinna (hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka).
Kata jalâbîb merupakan bentuk jamak dari kata jilbâb. Terdapat beberapa pengertian yang diberikan para ulama mengenai kata jilbab. Ibnu Abbas menafsirkannya sebagai ar-ridâ’ (mantel) yang menutup tubuh dari atas hingga bawah.2 Al-Qasimi menggambarkan, ar-ridâ’ itu seperti as-sirdâb (terowongan).3 Adapun menurut al-Qurthubi, Ibnu al-’Arabi, dan an-Nasafi jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh.4 Ada juga yang mengartikannya sebagai milhafah (baju kurung yang longgar dan tidak tipis) dan semua yang menutupi, baik berupa pakaian maupun lainnya.5 Sebagian lainnya memahaminya sebagai mulâ’ah (baju kurung) yang menutupi wanita6 atau al-qamîsh (baju gamis).7
Meskipun berbeda-beda, menurut al-Baqai, semua makna yang dimaksud itu tidak salah.8 Bahwa jilbab adalah setiap pakaian longgar yang menutupi pakaian yang biasa dikenakan dalam keseharian dapat dipahami dari hadis Ummu ‘Athiyah ra.:
Rasulullah saw. memerintahkan kami untuk keluar pada Hari Fitri dan Adha, baik gadis yang menginjak akil balig, wanita-wanita yang sedang haid, maupun wanita-wanita pingitan. Wanita yang sedang haid tetap meninggalkan shalat, namun mereka dapat menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum Muslim. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, salah seorang di antara kami ada yang tidak memiliki jilbab?” Rasulullah saw. menjawab, “Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya.” (HR Muslim).
Hadis ini, di samping, menunjukkan kewajiban wanita untuk mengenakan jilbab ketika hendak keluar rumah, juga memberikan pengertian jilbab; bahwa yang dimaksud dengan jilbab bukanlah pakaian sehari-hari yang biasa dikenakan dalam rumah. Sebab, jika disebutkan ada seorang wanita yang tidak memiliki jilbab, tidak mungkin wanita itu tidak memiliki pakaian yang biasa dikenakan dalam rumah. Tentu ia sudah memiliki pakaian, tetapi pakaiannya itu tidak terkategori sebagai jilbab.
Kata yudnîna merupakan bentuk mudhâri‘ dari kata adnâ. Kata adnâ berasal dari kata danâ yang berarti bawah, rendah, atau dekat. Dengan demikian, kata yudnîna bisa diartikan yurkhîna (mengulurkan ke bawah).9 Meskipun kalimat ini berbentuk khabar (berita), ia mengandung makna perintah; bisa pula sebagai jawaban atas perintah sebelumnya.10
Berkaitan dengan gambaran yudnîna ‘alayhinna, terdapat perbedaan pendapat di antara para mufassir. Menurut sebagian mufassir, idnâ’ al-jilbâb (mengulurkan jilbab) adalah dengan menutupkan jilbab pada kepala dan wajahnya sehingga tidak tampak darinya kecuali hanya satu mata. Di antara yang berpendapat demikian adalah Ibnu Abbas, Ibnu Sirrin, Abidah as-Salmani,11 dan as-Sudi.12 Demikian juga dengan al-Jazairi, an-Nasafi, dan al-Baidhawi.13
Sebagian lainnya yang menyatakan, jilbab itu diikatkan di atas dahi kemudian ditutupkan pada hidung. Sekalipun kedua matanya terlihat, jilbab itu menutupi dada dan sebagian besar wajahnya. Demikian pendapat Ibnu Abbas dalam riwayat lain dan Qatadah.14Adapun menurut al-Hasan, jilbab itu menutupi separuh wajahnya.15
Ada pula yang berpendapat, wajah tidak termasuk bagian yang ditutup dengan jilbab. Menurut Ikrimah, jilbab itu menutup bagian leher dan mengulur ke bawah menutupi tubuhnya, 16 sementara bagian di atasnya ditutup dengan khimâr (kerudung)17 yang juga diwajibkan (QS an-Nur [24]: 31).
Pendapat ini diperkuat dengan hadis Jabir ra. Jabir ra. menceritakan: Dia pernah menghadiri shalat Id bersama Rasulullah saw. Setelah shalat usai, Beliau lewat di depan para wanita. Beliau pun memberikan nasihat dan mengingatkan mereka. Di situ Beliau bersabda, “Bersedakahlah karena kebanyakan dari kalian adalah kayu bakar neraka.” Lalu seorang wanita yang duduk di tengah-tengah wanita kaum wanita yang kedua pipinya kehitam-hitaman (saf’â al-khaddayn) bertanya, “Mengapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Karena kalian banyak mengadu dan ingkar kepada suami.” (HR Muslim dan Ahmad).
Deskripsi Jabir ra. bahwa kedua pipi wanita yang bertanya kepada Rasulullah saw. kedua pipinya kehitam-hitaman menunjukkan wajah wanita itu tidak tertutup. Jika hadis ini dikaitkan dengan hadis Ummu Athiyah yang mewajibkan wanita mengenakan jilbab saat hendak mengikuti shalat Id, berarti jilbab yang wajib dikenakan itu tidak harus menutup wajah. Sebab, jika pakaian wanita itu bukan jilbab atau penggunaannya tidak benar, tentulah Rasulullah saw. akan menegur wanita itu dan melarangnya mengikuti shalat Id. Di samping hadis ini, terdapat banyak riwayat yang menceritakan adanya para wanita yang membuka wajahnya dalam kehidupan umum.
Penafsiran ini juga sejalan dengan firman Allah Swt. dalam QS an-Nur (24) ayat 31: Wa lâ yubdîna zînatahunna illâ mâ zhahara minhâ (dan janganlah mereka menampakkan kecuali yang biasa tampak daripadanya). Menurut Ibnu Abbas, yang biasa tampak adalah wajah dan dua telapak tangan. Ini adalah pendapat yang masyhur menurut jumhur ulama.18Pendapat yang sama juga dikemukakan Ibnu Umar, Atha’, Ikrimah, Said bin Jubair, Abu asy-Sya’tsa’, adh-Dhuhak, Ibrahim an-Nakhai,19 dan al-Auza’i.20 Demikian juga pendapat ath-Thabari, al-Jashash, dan Ibnu al-’Arabi.21
Meskipun ada perbedaan pendapat tentang wajah dan telapak tangan, para mufassir sepakat bahwa jilbab yang dikenakan itu harus bisa menutupi seluruh tubuhnya, termasuk di dalamnya telapak kaki. Hal ini didasarkan pada Hadis Nabi saw.:
“Siapa saja yang menyeret bajunya lantaran angkuh, Allah tidak akan melihatnya pada Hari Kiamat.” Ummu Salamah bertanya, “Lalu bagaimana dengan ujung-ujung pakaian kami?” Beliau menjawab, “Turunkanlah satu jengkal.” Ummu Salamah bertanya lagi, “Kalau begitu, telapak kakinya tersingkap.” Lalu Rasulullah saw. bersabda lagi, “Turunkanlah satu hasta dan jangan lebih dari itu.” (HR at-Tirmidzi).
Berdasarkan hadis ini, jilbab yang diulurkan dari atas hingga bawah harus bisa menutupi dua telapak kaki wanita. Dalam hal ini, para wanita tidak perlu takut jilbabnya menjadi najis jika terkena tanah yang najis. Sebab, jika itu terjadi, tanah yang dilewati berikutnya akan mensucikannya. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Ummu al-Walad Abdurrahman bin Auf; ia pernah bertanya kepada Ummu Salamah ra. tentang ujung pakainnya yang panjang dan digunakan berjalan di tempat yang kotor. Ummu Salamah menjawab bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda: Yuthahhiruhu mâ ba’dahu (Itu disucikan oleh apa yang sesudahnya).
Selanjutnya Allah Swt. berfirman: Dzâlika adnâ an yu’rafna falâ yu’dzayn (Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal sehingga mereka tidak diganggu). Maksud kata dzâlika adalah ketentuan pemakaian jilbab bagi wanita, sedangkan adnâ berarti aqrab (lebih dekat).22 Yang dimaksud dengan lebih mudah dikenal itu bukan dalam hal siapanya, namun apa statusnya. Dengan jilbab, seorang wanita merdeka lebih mudah dikenali dan dibedakan dengan budak.23 Karena diketahui sebagai wanita merdeka, mereka pun tidak diganggu dan disakiti.
Patut dicatat, hal itu bukanlah ‘illat (sebab disyariatkannya hukum) bagi kewajiban jilbab yang berimplikasi pada terjadinya perubahan hukum jika illat-nya tidak ada. Itu hanyalah hikmah (hasil yang didapat dari penerapan hukum). Artinya, kewajiban berjilbab, baik bisa membuat wanita Mukmin lebih dikenal atau tidak, tidaklah berubah.
Ayat ini ditutup dengan ungkapan yang amat menenteramkan hati: Wa kâna Allâh Ghafûra Rahîma (Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang). Karena itu, tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak bertobat kepada-Nya jika telah terlanjur melakukan perbuatan dosa dan tidak menaati aturan-Nya.
Mendatangkan Kebaikan
Ayat ini secara jelas memberikan ketentuan tentang pakaian yang wajib dikenakan wanita Muslimah. Pakaian tersebut adalah jilbab yang menutup seluruh tubuhnya. Bagi para wanita, mereka tak boleh merasa diperlakukan diskriminatif sebagaimana kerap diteriakkan oleh pengajur feminisme. Faktanya, memang terdapat perbedaan mencolok antara tubuh wanita dan tubuh laki-laki. Oleh karenanya, wajar jika ketentuan terhadapnya pun berbeda. Keadilan tak selalu harus sama. Jika memang faktanya memang berbeda, solusi terhadapnya pun juga tak harus sama.
Penggunaan jilbab dalam kehidupan umum akan mendatangkan kebaikan bagi semua pihak. Dengan tubuh yang tertutup jilbab, kehadiran wanita jelas tidak akan membangkitkan birahi lawan jenisnya. Sebab, naluri seksual tidak akan muncul dan menuntut pemenuhan jika tidak ada stimulus yang merangsangnya. Dengan demikian, kewajiban berjilbab telah menutup salah satu celah yang dapat mengantarkan manusia terjerumus ke dalam perzinaan; sebuah perbuatan menjijikkan yang amat dilarang oleh Islam.
Fakta menunjukkan, di negara-negara Barat yang kehidupannya dipenuhi dengan pornografi dan pornoaksi, angka perzinaan dan pemerkosaannya amat mengerikan. Di AS pada tahun 1995, misalnya, angka statistik nasional menunjukkan, 1,3 perempuan diperkosa setiap menitnya. Berarti, setiap jamnya 78 wanita diperkosa, atau 1.872 setiap harinya, atau 683.280 setiap tahunnya!24 Realitas ini makin membuktikan kebenaran ayat ini: Dzâlika adnâ an yu’rafna falâ yu’dzayn (Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal sehingga mereka tidak diganggu).
Bagi wanita, jilbab juga dapat mengangkatnya pada derajat kemuliaan. Dengan aurat yang tertutup rapat, penilaian terhadapnya lebih terfokus pada kepribadiannya, kecerdasannya, dan profesionalismenya serta ketakwaannya. Ini berbeda jika wanita tampil ‘terbuka’ dan sensual. Penilaian terhadapnya lebih tertuju pada fisiknya. Penampilan seperti itu juga hanya akan menjadikan wanita dipandang sebagai onggokan daging yang memenuhi hawa nafsu saja.
Walhasil, penutup ayat ini harus menjadi catatan amat penting dalam menyikapi kewajiban jilbab. Wa kânaLlâh Ghafûra Rahîma (Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang). Ini memberikan isyarat, kewajiban berjilbab tersebut merupakan salah satu bentuk kasih sayang Allah Swt. kepada hamba-Nya. Siapa yang tidak mau disayangi-Nya?!
Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []
Catatan Kaki:
1. As-Suyuthi, al-Durr al-Mantsûr, vol. 5 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990), 414-415.
2. Az-Zamakhsyari, al-Kasyâf, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995), 542.
3. Al-Qasimi, Mahâsin al-Ta’wîl, vol. 8 6 (Beirut: Dar al-Kutub al-Kutub al-Ilmiyyah, 1997), 112.
4. Al-Quthubi, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, vol. 13 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993), 156; Ibnu al-’Arabi, Ahkâm al-Qur’ân, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-’Ilmiyyah, ), 382; al-Nasafi, madârik al-Tanzîl, vol. 2 (Beirut: Dar al-Kutub al-’Ilmiyyah, 2001), 355; Mahmud Hijazi, al- Tafsîr al-Wadhîh (Dar at-Tafsir, 1992), 625.
5. Az-Zamakhsyari, al-Kasyâf, vol. 3, 542.
6. Wahbah al-Zuhayli, Tafsîr al-Munîr, vol. 11 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1991), 106; al-Wahidi al-Naysaburi, al-Wasîth fî Tafsîr al-Qur’ân al-Majîd, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1994), 482; al-Baghawi, Ma’âlim al-Tanzîl, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993), 469; al-Khazin, Lubâb al-Ta’wîl wa fî Ma’â nî al-Tanzîl, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995), 437.
7. Al-Baqa’i, Nazhm Durar fî Tanâsub al-Ayât wa al-Suwar, vol. 6 (Beirut: Dar al-Kutub al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995), 135.
8. Al-Baqa’i, Nazhm Durar, 135.
9. Azl-Zamakhsyari, al-Kasyâf, vol. 3, 542; al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî, vol. 11 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1994), 264;
10. Al-’Ajili, al-Futûhât al-Ilâhiyah, vol. 6 (Beirut: Dar al-Fikr, t.t. ), 102.
11. Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân, vol. 10 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992), 231-231.
12. Al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî, vol. 11, 264; Abu Hayyan al-Andalusi, Tafsîr al-Bahr al-Muhîth, vol. 7 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993), 240.
13. Al-Jazairi, Aysâr al-Tafâsîr li Kalm al-’Aliyy al-Kabîr, vol. 4 (tt: Nahr al-Khair, 1993), 290,291; al-Nasafi, madârik al-Tanzîl, vol. 2, 355 al-Baydhawi, Anwâr al-Tanz lî Asrâr al-Ta’wîl, vol. 2 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1988), 252.
14. Al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî, vol. 11, 264; al-Quthubi, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, vol. 13, 156; al-Thabari, Jâmi’ al-Bayân, vol. 10, 231
15. Al-Quthubi, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, vol. 13, 156.
16. Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al’Azhîm, vol. 3 (Riyadh: Dar ‘Alam al-Kutub, 1997), 637
17. Said Hawa, al-Asâs fî Tafsîr, vol. 8 (tt: Dar as-Salam, 1999), 4481.
18. Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al’Azhîm, vol. 3, 253.
19. Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al’Azhîm, vol. 3, 253.
20. As-Syatqithi, Adhwâ’ al-Bayân fî Idhâh al-Qur’an, vol. 5 (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), 512; al-Baghawi, Ma’âlim al-Tanzîl, vol. 3, 287.
21. Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân, vol. 9, 301; al-Jashash, Ahkâm al-Qur’ân, vol. 3 (Beirut: Dar al-Fikr, 1993), 360; Ibnu al-’Arabi, Ahkâm al-Qur’ân, vol. 3, 382.
22. Al-Qinuji, Fath al-Bayân fî Maqâshîd al-Qur’ân, vol. 11 (Qathar: Dar Ihya’ al-Turats al-Islami, 1989), 143.
23. Ibnu Juzyi al-Kalbi, al-Tasyhîl li ‘Ulûm al-Tanzîl, vol. 2 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995), 197; Ibn ‘Athiyyah, al-Muharrar al-Wajîz fî Tafsîr al-Kitâb al-’Azîz, vol.4 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993), 399.
24. Ismail Adam Pathel, Perempuan, Feminisme, dan Islam, terj. Abu Faiz (Bogor: Pustaka Thoriqul Izzah, 2005).
(Tafsir QS al-Ahzab [33]: 59)
Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.
Senin, 14 September 2009
HAKEKAT SYAHADAT
Syahadat Tauhid Dalam Tafsir Bahasa
‘La’ yang terdapat dalam kalimat “La Ilaha Illa al-Allah” adalah huruf “la” nâfiyata li al-jinsi (huruf yang menafikan segala macam jenis). Dalam kalimat di atas, yang dinafikan adalah kata “ilah” (sesembahan). Kata “ilah” berbentuk isim nakirah dan isim al-jins. Kata “illa” adalah huruf istisna’ (pengecualian) yang mengecualikan Allah dari segala macam jenis “ilah”. Bentuk kalimat semacam ini adalah kalimat manfiy (negatif) lawan dari kalimat mutsbat (positif). Kata “illa” berfungsi mengitsbatkan kalimat manfiy (negatif).
Dalam kaedah bahasa Arab, itsbat sesudah manfiy bermakna al-hasr (membatasi) dan al-ta’kid (menguatkan). Oleh karena itu, makna kalimat “La ilaha illa al-Allah” adalah tiada ilah (sesembahan) yang benar-benar berhak disebut ilah (sesembahan) kecuali Allah SWT.
Konsekuensi Dari Syadahat Tauhid
Beberapa ayat al-Qur’an telah mendukung pengertian di atas. Allah SWT berfirman:
“Katakanlah: Aku berlindung kepada Tuhan manusia, yang menguasai manusia, sesembahan manusia…” (Qs. an-Nâs [114]: 1-3).
“Ataukah mereka mempunyai ilah (sesembahan) selain Allah?” (Qs. ath-Thûr [52]: 43).
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: ‘Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga’, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 73).
Ayat-ayat ini menunjukkan dengan jelas, bahwa sesembahan yang hakiki hanyalah Allah SWT. Kita diperintahkan untuk mengingkari semua sesembahan (ilah) selain Allah. Ini ditunjukkan dengan sangat jelas pada ayat lain, yakni tatkala Nabi Ibrahim mengingkari semua sesembahan yang telah disembah oleh kaumnya.
Allah SWT berfirman:
“Dan ingatlah tatkala Ibrahim berkata kepada bapak dan kaumnya, ‘Sesungguhnya aku melepaskan diri dari segala apa yang kamu sembah, kecuali Allah saja Tuhan yang telah menciptakan aku, karena hanya Dia yang akan menunjukkiku (kepada jalan kebenaran).” (Qs. az-Zukhruf [43]: 26-27).
Di ayat lain, Allah SWT juga menjelaskan dengan sangat jelas, tentang sesembahan-sesembahan selain Allah SWT. Setelah itu, manusia diperintahkan untuk mengingkari sesembahan tersebut. Allah SWT berfirman:
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (Qs. at-Taubah [9]: 31).
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (Qs. al-Baqarah [2]: 165).
Surat at-Taubah [9]: 31 ini menunjukkan dengan gamblang, bahwa ahli Kitab telah menjadikan rahib-rahib dan pendeta (orang alim) mereka sebagai sesembahan. Padahal mereka hanya diperintahkan untuk menyembah kepada Ilah Yang Satu (Allah SWT). Maksud dari “menyembah rahib-rahib dan pendeta-pendeta di sini”adalah, mematuhi orang-orang alim dan rahib-rahib dalam tindakan mereka yang bertentangan dengan hukum-hukum Allah SWT. Meskipun, secara dzahir kaum ahlu al-kitab tidaklah menyembah alim-ulama mereka. Berdasarkan ayat ini, pengertian La ilaha illa al-Allah dan tauhid adalah pemurnian ketaatan kepada Allah dengan menghalalkan apa yang dihalalkan Allah dan mengharamkan apa yang diharamkan Allah. Yakni, hanya mengakui bahwa Allah SWT semata yang berhak menetapkan hukum, bukan manusia. Allah SWT berfirman:
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku (berada) di atas hujjah yang nyata (al-Qur’an) dari Tuhanku sedang kamu mendustakannya. Bukanlah wewenangku (untuk menurunkan azab) yang kamu tuntut untuk disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik’.” (Qs. al-An’âm [6]: 57).
Rasulullah Saw bersabda:
“Barangsiapa mengucapkan La Ilaha Illa al-Allah dan mengingkari sesembahan selain Allah, haramlah harta dan darahnya, sedangkan hisab (perhitungannya) adalah terserah kepada Allah.”
Hadits ini juga menjelaskan dengan sangat tegas bahwa yang menjadi pelindung atas harta dan darah seseorang, bukan sekedar ia mengucapkan La ilaha Illa al-Allah, bukan pula mengerti makna dan lafadznya, juga bukan sekedar tidak meminta kepada selain Allah, akan tetapi ia harus menambahkan “pengingkaran kepada sesembahan-sesembahan (ilah)” selain Allah SWT dengan tiada keraguan. Jika masih ada keraguan, harta dan darahnya belum terpelihara.
‘La’ yang terdapat dalam kalimat “La Ilaha Illa al-Allah” adalah huruf “la” nâfiyata li al-jinsi (huruf yang menafikan segala macam jenis). Dalam kalimat di atas, yang dinafikan adalah kata “ilah” (sesembahan). Kata “ilah” berbentuk isim nakirah dan isim al-jins. Kata “illa” adalah huruf istisna’ (pengecualian) yang mengecualikan Allah dari segala macam jenis “ilah”. Bentuk kalimat semacam ini adalah kalimat manfiy (negatif) lawan dari kalimat mutsbat (positif). Kata “illa” berfungsi mengitsbatkan kalimat manfiy (negatif).
Dalam kaedah bahasa Arab, itsbat sesudah manfiy bermakna al-hasr (membatasi) dan al-ta’kid (menguatkan). Oleh karena itu, makna kalimat “La ilaha illa al-Allah” adalah tiada ilah (sesembahan) yang benar-benar berhak disebut ilah (sesembahan) kecuali Allah SWT.
Konsekuensi Dari Syadahat Tauhid
Beberapa ayat al-Qur’an telah mendukung pengertian di atas. Allah SWT berfirman:
“Katakanlah: Aku berlindung kepada Tuhan manusia, yang menguasai manusia, sesembahan manusia…” (Qs. an-Nâs [114]: 1-3).
“Ataukah mereka mempunyai ilah (sesembahan) selain Allah?” (Qs. ath-Thûr [52]: 43).
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: ‘Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga’, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 73).
Ayat-ayat ini menunjukkan dengan jelas, bahwa sesembahan yang hakiki hanyalah Allah SWT. Kita diperintahkan untuk mengingkari semua sesembahan (ilah) selain Allah. Ini ditunjukkan dengan sangat jelas pada ayat lain, yakni tatkala Nabi Ibrahim mengingkari semua sesembahan yang telah disembah oleh kaumnya.
Allah SWT berfirman:
“Dan ingatlah tatkala Ibrahim berkata kepada bapak dan kaumnya, ‘Sesungguhnya aku melepaskan diri dari segala apa yang kamu sembah, kecuali Allah saja Tuhan yang telah menciptakan aku, karena hanya Dia yang akan menunjukkiku (kepada jalan kebenaran).” (Qs. az-Zukhruf [43]: 26-27).
Di ayat lain, Allah SWT juga menjelaskan dengan sangat jelas, tentang sesembahan-sesembahan selain Allah SWT. Setelah itu, manusia diperintahkan untuk mengingkari sesembahan tersebut. Allah SWT berfirman:
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (Qs. at-Taubah [9]: 31).
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (Qs. al-Baqarah [2]: 165).
Surat at-Taubah [9]: 31 ini menunjukkan dengan gamblang, bahwa ahli Kitab telah menjadikan rahib-rahib dan pendeta (orang alim) mereka sebagai sesembahan. Padahal mereka hanya diperintahkan untuk menyembah kepada Ilah Yang Satu (Allah SWT). Maksud dari “menyembah rahib-rahib dan pendeta-pendeta di sini”adalah, mematuhi orang-orang alim dan rahib-rahib dalam tindakan mereka yang bertentangan dengan hukum-hukum Allah SWT. Meskipun, secara dzahir kaum ahlu al-kitab tidaklah menyembah alim-ulama mereka. Berdasarkan ayat ini, pengertian La ilaha illa al-Allah dan tauhid adalah pemurnian ketaatan kepada Allah dengan menghalalkan apa yang dihalalkan Allah dan mengharamkan apa yang diharamkan Allah. Yakni, hanya mengakui bahwa Allah SWT semata yang berhak menetapkan hukum, bukan manusia. Allah SWT berfirman:
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku (berada) di atas hujjah yang nyata (al-Qur’an) dari Tuhanku sedang kamu mendustakannya. Bukanlah wewenangku (untuk menurunkan azab) yang kamu tuntut untuk disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik’.” (Qs. al-An’âm [6]: 57).
Rasulullah Saw bersabda:
“Barangsiapa mengucapkan La Ilaha Illa al-Allah dan mengingkari sesembahan selain Allah, haramlah harta dan darahnya, sedangkan hisab (perhitungannya) adalah terserah kepada Allah.”
Hadits ini juga menjelaskan dengan sangat tegas bahwa yang menjadi pelindung atas harta dan darah seseorang, bukan sekedar ia mengucapkan La ilaha Illa al-Allah, bukan pula mengerti makna dan lafadznya, juga bukan sekedar tidak meminta kepada selain Allah, akan tetapi ia harus menambahkan “pengingkaran kepada sesembahan-sesembahan (ilah)” selain Allah SWT dengan tiada keraguan. Jika masih ada keraguan, harta dan darahnya belum terpelihara.
Jumat, 07 Agustus 2009
Akhir....
Tak lagi mampu ku untuk berkata-kata dalam imaji, karena dalam rongga rongga kekeliruan telah terpenuhi pahatan pahatan lukisan kata kejujuran untuk mu, walau selamanya hanya jadi karya seni pribadi, namun tak apa lah, jika ini mampu membuat ku ingat jika aq pernah mencintai, walau kisah percintaan yang hanya satu sisi. Malam tetaplah malam, pagi biarkan pagi, sunyi tetaplah sunyi, bahagia biarkan bahagia. Tak usah ku melawan apa yang sudah di gariskan tuhan ku. Karena itu akan membuat jiwa ini semakin sunyi. Tak usah ku bersedih dengan apa tuhan memberimu senyuman(yang pasti bukan senyum yang karena aku)karna itu pun akan semakin menyesakkan nadi ku.
Tak usah pula engkau bersedih di tengah bahagia mu. Karena bahagia memanglah pantas bersanding dengan mu. Tak usah jua bersedih karena ku sedih.
Sungguh, di sinipun aku tersenyum mengingat mu, bukankah dulu aku pernah memahatkannya untuk mu, bahwa, kecintaan ku pada mu memanglah tak sebanding dengan kecintaan ku kepada allah swt, rasa sayang ku pada mu pun tak se indah rasa sayang ku terhadap keluarga ku, bahkan kekaguman ku padamu pun tak melebihi kekaguman ku terhadap seorang janda yang beriman. Namun, kecintaan ku pada mu melebihi akan kecintaan ku terhadap diri ku sendiri. Andaikan bahagia mu dengan orang laen, maka gapailah bahagia mu. Tak usah lah diri mu menangisi kepedihan orang orang yang melihat mu bahagia. Sungguhlah picik hati mereka jika berduka hatinya saat mendapati engkou bahagia.
Mungkin ini adalah akir dari sebuah kata, karena jiwa senja ini tak kuat lagi menopang rasa. Andai engkou mengerti apa yang ku ingin kan kou mengerti, tersenyumlah dinda, karena di sinipun aku senantiasa tersenyum mengingat mu.
Nb: bila ku merasakan dirimu bersedih karena ini, maka akan ku hapus semua hingga kou tak lagi mampu mengingat ku, karena aku tak mau engkou bersedih di saat yang seharusnya bahagia. Karena aku pun tak mau bersedih karena engkou bahagia
Tak usah pula engkau bersedih di tengah bahagia mu. Karena bahagia memanglah pantas bersanding dengan mu. Tak usah jua bersedih karena ku sedih.
Sungguh, di sinipun aku tersenyum mengingat mu, bukankah dulu aku pernah memahatkannya untuk mu, bahwa, kecintaan ku pada mu memanglah tak sebanding dengan kecintaan ku kepada allah swt, rasa sayang ku pada mu pun tak se indah rasa sayang ku terhadap keluarga ku, bahkan kekaguman ku padamu pun tak melebihi kekaguman ku terhadap seorang janda yang beriman. Namun, kecintaan ku pada mu melebihi akan kecintaan ku terhadap diri ku sendiri. Andaikan bahagia mu dengan orang laen, maka gapailah bahagia mu. Tak usah lah diri mu menangisi kepedihan orang orang yang melihat mu bahagia. Sungguhlah picik hati mereka jika berduka hatinya saat mendapati engkou bahagia.
Mungkin ini adalah akir dari sebuah kata, karena jiwa senja ini tak kuat lagi menopang rasa. Andai engkou mengerti apa yang ku ingin kan kou mengerti, tersenyumlah dinda, karena di sinipun aku senantiasa tersenyum mengingat mu.
Nb: bila ku merasakan dirimu bersedih karena ini, maka akan ku hapus semua hingga kou tak lagi mampu mengingat ku, karena aku tak mau engkou bersedih di saat yang seharusnya bahagia. Karena aku pun tak mau bersedih karena engkou bahagia
Minggu, 26 Juli 2009
Sebuah kata dari aku dan kamu untuk jiwa senja
@ : Sebuah canda
sebuah jiwa senja
seorang yang rajin
seorang anak kecil,
sebuah bola seorang nasehat
aku tak tahu mana yang benar benar aku sayang. .
~ : Mungkin semuanya kamu sayang, terkecuali sebuah jiwa senja,
karena kamu pun tak lain juga sebuah jiwa senja, dan kamu menyayangi semua hingga engkou terbebas dari jiwa senja mu
@ : Tapi. .
Sebuah jiwa senja yang sejak lama mendatangi ku
dia juga pernah mendung selama berbulan-bulan,tapi kini dia mulai menampakan senjanya untuk ku
dia menyiratkan tanda bahwa dia akan terus menyinari ku
~ : Bukankah lebih baik tetap seperti ini, tetap jiwa senja namun tak lelah menyinarimu, walaopun dalam penyinarannya terdapat perih yang mendera, atau engkau lebih suka jiwa senja yang dulu, jiwa senja yang mendung. . .
@ : aku ingin jiwa senja yang seperti sinar pagi! Selalu semangat
tapi aku ingin pemilik jiwa senja yang dulu,dia lebih mengerti segalanya
aku gak suka sama pemiliknya yang sekarang,dia hanya melihat dengan sebelah mata
~ : Mungkin jiwa senjamu yang sekarang memang sudah berubah, mungkin keadaan juga yang membuat dia jadi memandang sebelah mata, percayalah. . Dia sudah cukup bersabar dan iklas terhadap keadaanya,
cobalah untuk tak selalu ingin di mengrti, walau tanpa kamu minta pun jiwa senja mu iklas untuk mengerti, ketika engkou mencoba mengerti seseorang, maka kamu pun akan mengerti gundah gulananya jiwa seseorang,
sebuah saran : jangan pernah memilih kepada jiwa senja jikalau hati tak siap untuk menyinari sebuah jiwa senja, sungguh kesabaran mu, keiklasan mu, segalanya tentang dirimu akan di pertaruhkan ketika engkou memilih jiwa senja,
pilih semua terkecuali "dia" karena sebuah canda akan membuat hari hari mu di hiasi senyuman, atau pilihlah seorang yang rajin, maka dia akan membuat mu haus akan ilmu, atau pilihlah seorang yang selalu memberimu nasehat, maka engkau pun akan mengerti apa yang tidak engkou ketahui
sebuah jiwa senja
seorang yang rajin
seorang anak kecil,
sebuah bola seorang nasehat
aku tak tahu mana yang benar benar aku sayang. .
~ : Mungkin semuanya kamu sayang, terkecuali sebuah jiwa senja,
karena kamu pun tak lain juga sebuah jiwa senja, dan kamu menyayangi semua hingga engkou terbebas dari jiwa senja mu
@ : Tapi. .
Sebuah jiwa senja yang sejak lama mendatangi ku
dia juga pernah mendung selama berbulan-bulan,tapi kini dia mulai menampakan senjanya untuk ku
dia menyiratkan tanda bahwa dia akan terus menyinari ku
~ : Bukankah lebih baik tetap seperti ini, tetap jiwa senja namun tak lelah menyinarimu, walaopun dalam penyinarannya terdapat perih yang mendera, atau engkau lebih suka jiwa senja yang dulu, jiwa senja yang mendung. . .
@ : aku ingin jiwa senja yang seperti sinar pagi! Selalu semangat
tapi aku ingin pemilik jiwa senja yang dulu,dia lebih mengerti segalanya
aku gak suka sama pemiliknya yang sekarang,dia hanya melihat dengan sebelah mata
~ : Mungkin jiwa senjamu yang sekarang memang sudah berubah, mungkin keadaan juga yang membuat dia jadi memandang sebelah mata, percayalah. . Dia sudah cukup bersabar dan iklas terhadap keadaanya,
cobalah untuk tak selalu ingin di mengrti, walau tanpa kamu minta pun jiwa senja mu iklas untuk mengerti, ketika engkou mencoba mengerti seseorang, maka kamu pun akan mengerti gundah gulananya jiwa seseorang,
sebuah saran : jangan pernah memilih kepada jiwa senja jikalau hati tak siap untuk menyinari sebuah jiwa senja, sungguh kesabaran mu, keiklasan mu, segalanya tentang dirimu akan di pertaruhkan ketika engkou memilih jiwa senja,
pilih semua terkecuali "dia" karena sebuah canda akan membuat hari hari mu di hiasi senyuman, atau pilihlah seorang yang rajin, maka dia akan membuat mu haus akan ilmu, atau pilihlah seorang yang selalu memberimu nasehat, maka engkau pun akan mengerti apa yang tidak engkou ketahui
Minggu, 12 Juli 2009
Jazakumuallah katsiron ukhty
Jazakumuallah katsiron buat dinda, yang sudah sudi meluangkan waktunya untuk buatin blog ini, semoga blog nya bisa bermanfaat, walau isi blognya masih copy paste dari blogger blogger lain. Tetaplah jadi inspirasi ku dinda
Sabtu, 11 Juli 2009
penggugah jiwa

Dipetik dari ‘Cambuk Hati’, Shaykh Dr ‘Aidh Al Qarni
Beberapa Nasihat Yahya Bin Mu’adz
Dalam diri anak Adam terdapat seribu anggota keburukan. Semuanya berada dalam genggaman setan dan bergantung padanya. Untuk itu, apabila seseorang melaparkan perutnya, mengeringkan kerongkongnya dan menjinakkan hawa nafsunya, menjadi keringlah tiap anggotanya kerana terbakar api kelaparan dan setan pun lari dari naungannya. Akan tetapi apabila ia mengenyangkan perutnya dan membiarkan dirinya mengumbar kesenangan syahwatnya, sesungguhnya anggota-anggota tubuhnya menjadi basah dan setan dapat menguasainya.Apabila seseorang diuji dengan banyak makan, para malaikat menangisinya kerana kasihan kepadanya, barang siapa yang diuji dengan senang makan, maka sesungguhnya dia telah menyalakan api syahwatnya.Rasa kenyang bagaikan sungai dalam tubuh manusia yang suka didatangi setan dan rasa lapar bagaikan sungai dalam ruh manusia yang suka didatangi oleh para malaikat. Setan kalah oleh orang yang lapar lagi tidur, maka terlebih lagi kalahnya oleh orang lapar yang bangun. Setan memeluk orang kenyang yang bangun, maka terlebih lagi orang kenyang yang tidur. Kalbu muriid (yang menempuh jalan akhirat) yang benar menjerit (meminta tolong) kepada Allah dari (bahaya) makan dan minum.
Berjihadlah melawan hawa nafsu dengan pedang riyadhah (latihan) dan riyadhah itu ada 4 macam :
(1). sedikit makan, dengan sedikit makan akan matilah nafsu syahwat;
(2). sedikit tidur, dengan sedikit tidur terlahirlah iradah (kehendak) yang jernih; (3). bicara seperlunya, dengan sedikit bicara terlahirlah keselamatan dari bencana; d
(4) sabar menghadapi gangguan yang menyakitkan hati dari semua orang, dengan sabar menanggung gangguan yang menyakitkan, akan terlahirlah kemudahan untuk mencapai tujuan.
Tiada sesuatu pun yang terasa lebih berat bagi seorang hamba, selain sikap penyantun saat sedang emosi dan sabar terhadap gangguan yang menyakitkan. Apabila bergerak dari dalam diri keinginan syahwatnya dan dorongan melakukan dosa-dosa dan bergeloralah darinya keinginan merasakan manisnya kata-kata yang tak berguna, maka terhunuslah pedang sedikit makan dari sarung tahajjud dan sedikit tidur, lalu dipukulkan dengan tangan-tangan yang dingin dan sedikit bicara sehingga terputuslah ia dari kezaliman dan ingin balas dendam. Selanjutnya Anda selamat dari kesudahannya yang membinasakan, hidup dengan tenang di antara manusia lainnya, dan jernih dari kegelapan nafsu syahwatnya, sehingga Anda selamat dari bencana yang diakibatkan oleh kerosakannya Pada saat itu Anda menjadi bersih bagaikan cahaya dan ringan bagaikan ruh, sehingga Anda dapat berkeliling di medan kebaikan dan berjalan-jalan menempuh jalan-jalan ketaatan bagaikan kuda pilihan yang mengelilingi lapangan atau bagaikan malaikat yang sedang berekreasi di taman yang indah.
Musuh manusia ada 3 iaitu :
(1). dunianya, kerananya waspadailah duniawi itu dengan berzuhud terhadapnya,
(2). setannya, kerananya waspadailah setan dengan menentangnya, dan
(3). hawa nafsunya, kerananya waspadailah hawa nafsu itu dengan meninggalkan keinginan-keinginannya.
Berapa banyak orang yang beristighfar (memohon ampun) dimurkai dan orang yang diam disayangi. Selanjutnya Yahya Bin Mu’adz melanjutkan : “Orang ini meminta ampun kepada Allah, tetapi hatinya durhaka. Orang ini diam, tetapi hatinya berdzikir.” Hakikat cinta ialah tidak bertambah kerana mendekat dan tidak berkurang kerana menjauh.
Hai anak Adam, kamu mencari dunia seperti orang yang harus mendapatkannya dan kamu mencari akhirat seperti orang yang tidak memerlukannya, padahal dunia telah dicukupkan kepadamu sekalipun kamu tidak mencarinya. Akan tetapi, akhirat hanya dapat kamu peroleh dengan usahamu. Oleh kerana itu, fikirkanlah keadaanmu.
Padang di dunia ditempuh dengan kaki dan padang di akhirat ditempuh dengan kalbu.
Agamamu masih tetap tercabik-cabik (tambal sulam) selama hati kamu masih bergantung pada cinta duniawi.
Syurga dikelilingi oleh hal-hal yang tidak disukai dan kamu membencinya. Neraka dikelilingi oleh hal-hal yang menyenangkan dan kamu mencarinya. Oleh kerana itu tiadalah kamu melainkan seperti pesakit yang sakit keras. Jika ia dapat menahan diri terhadap pahitnya ubat, ia akan beroleh kesembuhan dengan kesabarannya. Jika ia tidak mampu menahan diri terhadap ubat yang diberikan, akan bertambah parahlah penyakit yang menggerogotinya.
Janganlah kamu mengambil teman, kecuali yang mempunyai tiga pekerti:
(1). yang mengingatkan kamu akan akibat buruk dosa-dosa ;
(2). yang mengenalkan kamu akan kotoran hal-hal yang tercela;
(3) yang mengajak kamu kepada Tuhan Yang Maha Mengetahui semua yang ghaib.
Beberapa nasihat lain dari Yahya bin Mu’adz:
Dunia adalah pemimpin orang yang mengejarnya dan pelayan orang yang meninggalkannya. Dunia itu mengejar dan dikejar. Barangsiapa yang mengejarnya, ia akan menolak; dan barangsiapa yang menolaknya, ia akan mengejarnya.
Dunia adalah jambatan akhirat. Oleh karena itu, seberangilah ia dan janganlah kamu menjadikannya sebagai tujuan. Tidaklah berakal orang yang membangun gedung-gedung di atas jambatan.
Dunia adalah mempelai dan orang yang memburunya adalah yang meriasnya dan dengan zuhud akan tercabutlah rambutnya, menjadi hitamlah wajahnya dan tercabik-cabiklah pakaiannya. Barangsiapa yang menceraikan dunia, maka akhirat adalah isterinya. Dunia itu telah diceraikan oleh orang-orang yang cerdik tanpa ada batasan bagi iddahnya untuk selama-lamanya. Oleh kerana itu, tinggalkanlah dunia dan janganlah kamu mengingat-ingatnya, tapi ingatlah akhirat dan jangan sampai kamu melupakannya.
Zuhud melahirkan sifat dermawan terhadap apa yang dimiliki dan cinta melahirkan sifat rela mengorbankan jiwa (nyawa).
Ambillah dari dunia sesuatu yang dapat menjadi bekal untuk akhirat kamu dan janganlah kamu mengambil dari dunia sesuatu yang menghalangi akhirat kamu.
Sesungguhnya dunia itu adalah harta Allah dan makhluk itu adalah hamba-hambaNya. Mereka sehubungan dengan harta ini ada dua golongan iaitu orang-orang yang khianat dan orang-orang yang terpercaya. Apabila harta jatuh ke tangan orang-orang yang khianat, harta itu akan menjadi penyebab kehancuran mereka. Sebaliknya apabila jatuh ke tangan orang-orang yang terpercaya, harta itu akan menjadi penyebab kemuliaan dan keselamatan mereka. Tiada makna bagi harta, melainkan yang berperanan dalam meraih kemuliaan bagi mereka di sisi Allah adalah perbuatan mereka terhadap hartanya. Mereka menunaikan amanat Allah yang ada pada harta mereka, sehingga mereka beroleh manfaat dari hartanya, dan tiada dosa bagi harta melainkan yang dosa hanyalah dirimu saja. Dosa-dosa itu dilakukan hanya melalui anggota tubuh, bukan harta, dan sumbernya adalah anggota tubuh, sedang anggota tubuh adalah milik kamu, dengan melaluinya dilakukanlah dosa-dosa. Perbuatanmu terhadap hartamulah yang menggugurkan kamu dari pandangan Tuhanmu, bukan harta kamu, dan perbuatanmu terhadap hartamulah yang akan menemani kamu ke dalam kubur, bukan harta kamu. Perbuatan kamulah yang akan ditimbang pada hari kiamat nanti, bukan harta kamu.
Barangsiapa yang minat dengan dunia, maka sesungguhnya dia tidak makan lebih dari apa yang telah ditaqdirkan oleh Allah untuknya dan akan menyandang tiga pekerti yang tercela:
1. Kamu lihat dia selamanya tidak bersyukur atas pemberian Allah yang dianugerahkan kepadanya.
2. Dia tidak pernah menshadaqahkan barang sedikit pun dari keduniawian yang telah dikurniakan oleh Allah kepadanya.
3. Dia sibuk dan melelahkan dirinya kerana mengejar apa yang tidak direzekikan oleh Allah untuknya hingga tidak punya kesempatan untuk mengerjakan amal agama.
Ada dua macam musibah yang belum pernah terdengar oleh orang-orang dahulu dan orang-orang kemudian. Hal semisal keduanya akan menimpa seseorang saat kematiannya berkenaan dengan harta bendanya. Ketika ditanyakan, “Apakah kedua musibah itu?”, Yahya bin Mu’adz menjawab, “Semua hartanya diambil darinya dan ia akan ditanya (dihisab) tentangnya.”
Hai orang-orang yang berpredikat “muriid”, jika engkau terpaksa mencari dunia, carilah ia, tetapi janganlah engkau mencintainya. Pekerjakanlah tubuhmu untuknya, tetapi gantungkanlah hatimu pada selainnya, kerana sesungguhnya dunia itu adalah negeri transit, bukan negeri tempat menetap. Bekal memang darinya, tetapi tempat menetap berada di yang lain (akhirat).
Termasuk petanda kuatnya keyakinan ialah bila kamu meninggalkan sesuatu yang terlihat (dunia) untuk sesuatu yang tidak terlihat (akhirat).
Barang siapa yang menyukai perhiasan dunia dan akhirat, maka hendaklah ia menekuni ilmu. Barangsiapa yang ingin mengenal zuhud, maka hendaklah ia menekuni hikmah. Barangsiapa yang ingin mengenal akhlaq yang mulia hendaklah ia menekuni berbagai cabang etika. Barangsiapa yang ingin dikuatkan sarana penghidupannya, maka hendaklah ia memperbanyak saudara. Barangsiapa yang ingin tidak disakiti, janganlah (ia) menyakiti orang lain. Barangsiapa yang ingin mendapat kedudukan tinggi di dunia dan akhirat, hendaklah ia bertaqwa. Barangsiapa yang berkhianat kepada Allah dengan sembunyi-sembunyi nescaya Allah akan membuka rahsianya dengan terang-terangan.
Yahya bin Mu’adz berkata, “Aku tidak menganjurkan kamu meninggalkan keduniawian, tetapi aku menganjurkan kamu untuk meninggalkan dosa-dosa. Meninggalkan keduniawian adalah suatu keutamaan dan meninggalkan dosa-dosa adalah suatu keharusan. Kamu lebih perlu menegakkan hal-hal yang difardhukan daripada melakukan kebaikan dan keutamaan beramal.
Dunia adalah khamrnya setan. Barangsiapa yang mabuk kerananya, ia tidak bakal sedar, kecuali bila telah berada di antara golongan orang-orang yang mati dalam keadaan menyesal, lagi dihimpunkan bersama dengan orang-orang yang merugi.
Apabila Alah menyukai seorang hamba, diberi Nyalah ia cubaan. Jika ia sabar, Allah pun akan memilihnya, dan jika ia redha, Allahpun akan mendekatkannya. Sebaliknya jika ia mengeluh (menggerutu), Allah akan membuangnya dan menjauhkannya.
Padang di dunia ditempuh dengan jalan kaki dan padang di akhirat ditempuh dengan hati.
Hai Anak Adam, agamamu masih tetap terkoyak selama (hatimu) masih dibebani oleh cinta keduniawian. Barang siapa tidak redha kepada Allah kerana larangan-Nya pastilah ia tidak akan selamat dari larangan-Nya.
Mereka mengharungi lautan cubaan dengan berenang hingga sampailah mereka ke pantai anugerah. Mereka juga mengharungi lautan anugerah dengan berenang hingga sampailah mereka kepada Tuhan semua makhluk.
Barang siapa yang memusatkan hatinya kepada Allah nescaya akan terbukalah sumber-sumber hikmah dalam hatinya dan mengalir melalui lisannya.
Kesimpulan dari semua urusan terletak pada dua perkara, iaitu tenangnya hati dengan rezeki dari arah ini (dunia) dan bersungguh-sungguh dalam mencari rezeki untuk bekal ke arah itu (akhirat)
Tinggalkanlah dunia sebelum engkau ditinggalkan (olehnya) dan mohonlah redha Allah sebelum engkau bersua dengan-Nya. Makmurkanlah rumah yang engkau tempati dengan ketaatan kepada Allah sebelum engkau beralih kepadanya (liang kubur).
Barangsiapa yang kalbunya selalu disertai dengan kebaikan, nescaya keburukan tidak akan dapat membahayakannya. Barangsiapa yang selalu disertai dengan keburukan, niscaya kebaikannya tidak akan berguna baginya.
Musibah paling besar yang menimpa orang bijak adalah bila sehari yang dilaluinya tidak menyebabkan ia mendapatkan hadiah dari Tuhannya iaitu hikmah yang baru. Ambillah dari dunia sesuatu yang yang dapat menjadi bekal untuk akhirat mu dan janganlah kamu mengambil dari dunia sesuatu yang menghalangi akhirat kamu.
Kesempurnaan ampunan terletak pada 3 hal, iaitu: (1). penerimaan yang baik, (2) ilmu yang dihafal dan (3) mendermakan kurnia. Pengertian dari “penerimaan yang baik” adalah engkau mendengar (pengajian) dengan niat mengambil faedah dan menghidupkan daya nalarmu. Jangan sampai engkau “sok tahu” tentang apa yang kamu dengar, kerana sikap ini termasuk dalam sifat yang sombong dan merosak amal.
Petanda orang yang bertaqwa kepada Allah iaitu ada 3: (1) memprioritikan(mengutamakan) redha-Nya, (2) selalu bertaqwa kepada-Nya, (3) menentang hawa nafsunya. Dengan kata lain redha Allah di atas kepuasan hawa nafsunya. Ia selalu menemani ketaqwaannya, tidak pernah beranjak darinya, baik dalam keadaan suka mahupun duka, sedih mahupun gembira, senang mahupun marah. Ia selalu menentang hawa nafsu yang menjauhkannya dari Allah dan merugikan pahala dari-Nya.
Wahai orang-orang yang ingin menempuh jalan akhirat dan kebenaran wahai orang-orang yang menempuh amal ibadah dan kezuhudan, ketahuilah: Barangsiapa yang tidak memperbaiki akalnya, maka ia tidak dapat menyembah Tuhannya dengan baik, Barangsiapa yang tidak mengetahui penyakit amal, maka dia tidak dapat menghindarkan diri darinya,
Barangsiapa yang tidak benar perhatiannya dalam mencari sesuatu, maka dia tidak akan dapat memanfaatkanya bila mendapatkannya.
Ketahuilah bahawa ilmu itu tidak dikehendaki untuk diketahui saja, melainkan dikehendaki untuk diketahui dan diamalkan, kerana pahala amal itu dapat diraih berdasarkan pengalaman, bukan kerana ilmu semata. Tidakkah engkau lihat bahawa ilmu itu apabila tidak diamalkan, maka akan berubah menjadi bencana dan senjata makan tuan?
Barangsiapa yang mencari Nya bukan melalui jalan berharap dan takut, bukan dengan rindu dan cinta (kepadaNya), nescaya dia akan kebingungan dalam mencari-Nya, kacau dalam amalnya, tidak akan menemukan nikmatnya ibadah, dan tidak dapat menempuh jalan kezuhudan. Oleh kerana itu, bertaqwalah kepada Allah yang hanya kepadaNya engkau kembali.
Perhatikanlah, jangan sampai engkau termasuk oang-orang yang dikenal oleh para tetangga dan saudara-saudara engkau sebagai ahli kebaikan, seorang sufi, ahli zuhud, lagi ahli ibadah, padahal keadaaannya di sisi Allah kebalikan dari semua itu, kerana sesungguhnya Allah memberi engkau balasan hanya menurut apa yang Dia ketahui darimu, bukan menurut apa yang diketahui oleh manusia.
Janganlah engkau termasuk orang yang suka dengan kebaikan yang terlihat orang, yang sebenarnya hanya untuk makhluk, padahal tidak ada pahala baginya, bahkan mendapat siksa.
Manusia itu ada 3 macam iaitu 1). seseorang yang disibukkan oleh hari berpulangnya hingga lupa akan penghidupannya, maka yang demikian itu adalah tingkatan orang-orang shalih, (2). seseorang yang disibukkan oleh penghidupannya untuk hari berpulangnya, maka yang demikian itu adalah tingkatan orang-orang yang beruntung, (3). seseorang yang disibukkan oleh penghidupannya sehingga lupa kepada hari berpulangnya, maka yang demikian itu adalah tingkatan orang-orang yang binasa.
Ubat penawar hati ada lima macam: (1). membaca Al Qur’am dengan menafakuri maknanya, (2). mengosongkan perut (puasa), (3) qiyamul lail, (4) berdoa dengan merendahkan diri pada waktu sahur dan (5) berteman dengan orang-orang sholih.
Janganlah kamu mengambil teman kecuali yang mempunyai 3 pekerti iaitu: (1) yang mengingatkanmu akan akibat buruk dosa-dosa, (2) yang mengenalkanmu akan kotoran hal-hal yang tercela, (3) yang mengajakmu kepada Tuhan yang Maha Mengetahui semua yang ghaib.
Orang yang jagoan dalam agama adalah orang yang menyandang tiga pekerti sebagai berikut: (1) memelihara lisan, ertinya tidak bicara kecuali yang berkenaan dengan apa yang berguna baginya; (2) menguasai kendalinya, ertinya bila berada di lapangan amal, ia menahan kendali kehendaknya bila yang dimaksudkan untuk selain Allah dan melepaskannya bila untuk Allah, (3) benar keterangannya, ertinya apabila dia mengetahui sesuatu, ia mengamalkannya.
Ada 3 hal yang membuat bahagia iaitu (1) mata yang menangis, (2) kepala yang tunduk (3) telinga yang mendengar.
Sebaik-baik perkara adalah kalam yang benar, lisan yang fasih dengan wajah yang cerah dan kata-kata yang lembut yang keluar dari lautan ilmu yang dalam melalui lisan seseorang yang berperangai lembut.
Kalam yang baik adalah baik dan yang lebih baik daripada kalam adalah maknanya, dan yang lebih baik daripada maknanya adalah pengamalannya, dan yang lebih baik daripada pengamalannya adalah pahalanya, dan yang lebih baik daripada pahalanya adalah keredhaan dari Tuhan yang amal itu dikerjakan keranaNya.
Kesenangan cinta,
adalah kerana ingin tetap bersama,
dengan yang dicintainya
Kami merasa hairan dengan orang yang selalu mencela
orang yang sedang dimabuk cinta
padahal selama hidupku
aku hanya cinta kepada Allah
dan merindukanNya
Aku duduk dan aku berdiri
hanya kerana Dia sepanjang hidupku
Jiwa orang yang cinta
selalu memerhatikan yang dicintainya
dan hatinya terasa hancur kerana kecintaannya
Kebanggaan orang yang dimabuk cinta
ialah apabila malam hari yang dilaluinya
hanya bersama dengan orang yang dicintainya
tempat ia mengadu dan mencurahkan isi hatinya
Dia berdiri di mihrab mengadukan kesusahannya
sedang hatinya penuh gelora cinta kepadanya.
Aku mati kerana penyakitku
yang tidak kutemukan ubat untuknya
dan pula tidak ada jalan keluar
dari musibah yang menimpaku
Apabila penyakit seorang hamba
adalah cinta kepada yang merajainya
maka tiada seorang tabib pun
yang dapat mengubatinya selain Dia.
Sumber : Cambuk Hati, Dr Aidh bin Abdullah Al Qarni, IBS, Bandung, 2004
Langganan:
Komentar (Atom)
